“…what thrills me about trains is not their size or their equipment but the fact that they are moving, that they embody a connection between unseen places.”
― Marianne Wiggins
Sebagai seseorang yang bertinggal di selatan Jakarta, kebutuhan untuk menggunakan transportasi publik sangat mutlak untuk menunjang kegiatan sehari-hari menuju maupun di ibukota. Bayangkan saja apabila harus menggunakan kendaraan pribadi, selain boros oleh bahan bakar padahal hanya dipergunakan oleh satu orang, namun juga harus berebut jalan dengan ratusan bahkan ribuan pengguna jalan lainnya demi bisa beringsut-ingsut tiba di tempat bekerja. Karena itu transportasi umum massal menjadi pilihan utama, dengan daya tarik pada kecepatan mencapai pusat kota.
Memang menggunakan transportasi publik memerlukan sedikit pengorbanan, karena tak jarang harus berdesakan masuk yang membuat baju tak lagi licin ketika tiba. Atau kadang barang di saku berpindah tangan tanpa diketahui. Yang paling sial apabila ada gangguan teknis, yang mengakibatkan beberapa perjalanan terganggu dan penumpang menumpuk di terminal atau stasiun.
Berada di ibukota dengan segala karut marutnya juga tetap membutuhkan mobilitas untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Namun yang sering terjadi adalah jalanan begitu padat dengan kendaraan pribadi sehingga tidaklah lagi nyaman berada di tengah keramaian di siang hari dan terasa membuang-buang waktu belaka. Apalagi yang pergi sendiri, sangat tidak efektif untuk menggunakan kendaraan pribadi apalagi ternyata jalur yang dilalui hanyalah jalur protokol.
Tapi ternyata Jakarta cukup peka dengan kebutuhan warganya ini sehingga dimulailah pembangunan infrastruktur besar-besaran dengan salah satu milestone terbesar adalah jalur Mass Rapid Transit Jakarta dari Lebakbulus hingga Bundaran HI. Rupanya penasaranku atas tiang-tiang besar yang berdiri di tepi jalan tol hingga sepanjang jalan Fatmawati adalah buah dari studi tentang MRT yang sudah dimulai sejak tahun 1986-1995, kemudian berlanjut dengan MoU antara Pemerintah DKI Jakarta dengan Konsorsium European-Indonesia-Japanese untuk studi Basic Design konstruksi subway jalur Blok M-Kota.
Dijelaskan dalam kunjungan ke kantor MRT dan stasiun Bundaran HI, melalui berbagai peraturan pemerintah dan perjanjian pembiayaan oleh pemerintah Jepang, tahun 2010 dimulailah Basic Engineering Design dengan sistem Joint Working Group. Dilanjutkan dengn pembentukan PT Mass Rapid Transit Jakarta pada tahun 2008 dan hingga akhhirnya pada tanggal 10 Oktober 2013, proyek MRT Jakarta ini resmi dimulai ditandai dengan groundbreaking di Jalan Tanjung Karang, Dukuh Atas, Jakarta Pusat. Pembangunan ini direncanakan selama lima tahun hingga 2018 untuk membangun jalur dan 13 titik stasiun layang dan bawah tanah dengan jarak tunggu setiap lima menit.
Tahun 2014 ditandai dengan konstruksi skala besar untuk jalur bawah tanah yang dimulai di bundaran HI dan konstruksi jalur layang skala besar yang dimulai dari Blok M. Menggunakan bor Antareja yang berukuran raksasa yang telah bekerja di bawah tanah hingga 21 September 2015 berhasil menembus stasiun Senayan. Sementara dari arah Bundaran HI bekerja bor Mustikabumi yang bergerak terus ke selatan dan sudah menembus hingga Dukuh Atas di tahun 2016. Jadi pembangunan MRT ini memang berlangsung dari dua arah yang sinergis.
Dalam kunjungan kali kedua di bawah stasiun Bendungan Hilir, aku menemui proses pengeboran sekaligus pengeluaran lumpur dan tanah hasil dari proses bor, yang diangkut dengan kereta lori yang masuk keluar ruang terowongan. Usai mengeluarkan tanah, barulah cangkang-cangkang beton dipasang untuk menahan tanah dan membentuk terowongan tempat laluan kereta MRT tersebut. Semua pengerjaan konstruksi sipil untuk Mass Rapid Transit ini dilakukan dengan rapi dan hati-hati, serta adanya pengecekan arah setiap delapan meter untuk memastikan bahwa pengeboran tetap pada jalur yang direncanakan.
Melihat progres pekerjaan MRT ini yang dikerjakan setiap hari selama 24 jam ini, timbul harapan besar bahwa moda transportasi ini akan bisa mengurangi jumlah commuter yang setiap hari melintas di jalan menuju Jakarta karena mereka akan tertampung dalam rangkaian Mass Rapid Transit ini setiap harinya. Bayangkan, jarak tempuh Lebak Bulus hingga Bundaran HI akan membutuhkan waktu sebanyak 30 menit, tentu saja jauh lebih cepat daripada naik kendaraan pribadi. Apalagi moda transportasi ini terintegrasi dengan berbagai moda lain yang sudah lebih dulu ada di Jakarta, seperti di Terminal Blok M dengan bis Transjakarta dan angkutan lain, ataupun di Dukuh Atas Sentral yang kelak akan menjadi titik silang ganti antara KRL Commuter Line, Kereta Bandara, TransJakarta dan MRT Jakarta. Sehingga Jakarta akan lebih mudah dijelajahi dengan transportasi publiknya yang makin bervariasi, namun juga tetap nyaman untuk dijalani.
Tentunya untuk membuat kebiasaan baru ini warga Jakarta perlu untuk bekerja bersama #UbahJakarta. Banyak hal yang bisa dilakukan anak muda untuk menjadi duta pengguna transportasi publik, bukan alasan uang pas-pasan, namun juga kesadaran untuk menjaga langit dari polutan akibat kendaraan pribadi yang berlebih. Bangga dengan transportasi publik di Jakarta bisa dengan selalu menjaga sarana dan prasarana di dalamnya, mengikuti aturannya dengan baik.
Anak muda sebagai generasi terbesar bakal pengguna MRT Jakarta ini adalah sasaran yang bisa dibentuk kebiasaannya untuk menggunakan transportasi publik sebagai moda perpindahannya di tengah kepadatan Jakarta. Apalagi jika dilengkapi dengan terminal silang ganti yang nyaman dan bersih, tak heran lagi jika dijaga dengan baik tempat-tempat ini akan menjadi buah bibir sebagai tempat berkegiatan atau ruang temu yang asyik. Dan yang paling penting adalah memberikan citra bahwa MRT Jakarta bakal menjadi transportasi publik yang dapat diandalkan dengan ketepatan waktu dan kecepatannya, sehingga makin berkuranglah orang yang terlambat tiba di tujuannya dengan alasan macet.
Dengan adanya MRT Jakarta, maka titik-titik terminal atau silang ganti akan hidup sebagai alternatif untuk mengisi waktu untuk saling bertemu daripada harus berpindah ke bangunan lain. Juga akan hidupnya jalur-jalur pejalan kaki di sekitarnya karena banyaknya orang yang akan menggunakan MRT sehingga akan tumbuh berbagai kegiatan bisnis kecil. Dengan jalur barunya dalam dunia transportasi publik, MRT ini mendampingi saudara tuanya yaitu Commuter Line yang melayani jalur selatan dan barat serta TransJakarta yang menggapai ujung-ujung Jakarta.
Walaupun tidak melalui jalur wisata, namun pengalaman naik MRT Jakarta kelak ini akan bisa menjadi sarana rekreasi di hari libur, selain menjadi transportasi umum di hari biasa. Dari ketinggian jalur Lebak Bulus hingga Bundaran Senayan, nanti bisa dinikmati variasi Jakarta dari ketinggian 30 meter, mulai dari daerah padat, hijau, hingga jalan protokol. Tentunya akan mendorong Jakarta untuk bebenah lagi sehingga tetap terlihat cantik dari jalur atas ini. Tak sabar rasanya menunggu tahun 2019 untuk mencobai MRT Jakarta. Dan tidak hanya semata kerja pemerintah belaka, namun juga aku, kamu, kita dan yang lain harus berkontribusi dengan bekerja bersama untuk mengubah Jakarta. Menggunakan dan menjaga fasilitas yang telah disediakan dengan baik. Untuk menjadi ibukota yang lebih baik dan mengayomi, sebagai kota yang terus hidup dan bergerak dari langkah-langkah penghuninya yang tak pernah lelah.
Tulisan ini diikutsertakan dalam #LombaBlogMRTJAkarta #UbahJakarta
semua foto diambil bersama kunjungan ILUNI FTUI ke MRT Jakarta
