Anambas. Seketika gugus kepulauan itu yang menempel di kepalaku ketika harus menjawab di mana tempat di Indonesia yang paling kepengin didatangi. Pertama kali mendengar nama kepulauan ini dari celotehan Yudi Febrianda ketika kami masih mengobrol-obrol saja dahulu sewaktu ia masih tinggal di tanah Jawa.
“Anambas, yuk!” begitu sering ajaknya. Mulanya aku tidak tahu di manakah itu? Namun nama Anambas terdengar begitu cantik diucapkan, seperti mengingatkan pada pulau kelapa pujaan bangsa sejak dulu kala. Maka aku percaya begitu saja apa kata Yudi, yang sudah kuanggap abang itu, yang menyatakan bahwa Anambas itu cantik. Kan Uda Yudi sudah bepergian ke mana-mana, jadi kalau ada saran bahwa sesuatu pulau itu indah, pasti benar adanya, demikian telanku mentah-mentah.
Dan ketika di waktu senggang aku menemukan foto aerial view Anambas, ternyata hatiku langsung terkunci untuk jatuh cinta pada kepulauan ini. Betapa tidak, gugusan pulau-pulau kecil di tengah laut itu, dengan warna biru muda berkilauan sebelum masuk ke biru tua yang lebih dalam, membuatku ingin seketika menceburkan diri di sana, menikmati kekayaan laut Indonesia.
Anambas terletak di Provinsi Kepulaun Riau, di antara Malaysia dan Kalimantan, di tengah laut Cina Selatan. Sempat dinobatkan sebagai Pulau Tropis Terindah Se-Asia versi CNN.com, menduduki peringkat pertama disusul oleh Koh Cang (Thailand), Langkawi (Malaysia), Teluk Halong (Vietnam), dan Similand Islands (Thailand). Sudah terbayang, cantiknya seperti apa?
Kepulauan ini memiliki 238 pulau yang tersebar di gugus-gugusnya. Tentu saja tidak semua pulau besar, banyak yang berupa pulau-pulau kecil. Salah satu pulau di Anambas bahkan pernah dijadikan camp penampungan pengungsi dari Vietnam seperti layaknya Pulau Galang di Batam.
Kenapa Anambas jadi demikian fenomenal, indah namun jarang dikunjungi orang, belum tenar seperti banyak obyek-obyek wisata lain di tanah air? Karena menuju Anambas sangatlah sulit, karena sebelumnya satu-satunya maskapai yang terbang ke ke sini hanyalah milik salah satu perusahaan minyak yang beroperasi di Natuna. Naik kapal laut pun harus tahan menghadapi badai yang tiba-tiba menghadang di perairan Laut Cina Selatan.
Sekarang, untuk meningkatkan potensi wisata Anambas, dibukalah jalur reguler melalui udara atau laut. Pesawat bisa dinaiki dari Bandara Tanjungpinang, Bintan ke Bandara Matak, sementara ada juga kapal cepat dari Tanjungpinang juga. Namun penerbangan ini tak selalu mulus, cuaca dan kehendak Tuhan selalu menjadi penentu utama keberhasilan pendaratan, demikian cerita mas Bolang beberapa waktu yang lalu.
Tapi mimpi tetaplah harus dimimpikan, berdoa supaya kelak terwujud, dituliskan agar mengena di otak, dan dibangun terus harapan-harapannya supaya semesta merestui. Anambas menjadi satu tempat yang terus menerus aku ucapkan dalam hati.
Jadi, tindak tanduk asyik yang akan dilakukan di Anambas adalah:
1. Naik pompong keliling-keliling Pantai Tanjung Momong (foto oleh Yudi ‘kudaliarr’ Febrianda)
2. Berenang di laut menikmati semesta bawah air Pulau Penjalin (foto dari wisataanambas.com)
3. Mengamati aktivitas anak sekolah di pagi hari di Tarempa (foto dari batamtvnews.com)
4. Ikut menari bersama penduduk ketika acara-acara adat di Pulau Jemaja (foto oleh Yudi ‘kudaliarr’ Febrianda)
5. Belajar bahasa melayu di Matak (foto oleh nuansabiru.net)
6. Membaca buku bersama anak-anak sekolah di dermaga Pulau Kusik (foto oleh Yudi ‘kudaliarr’ Febrianda)
7. Memandang air terjun yang jatuh di Temburun (foto oleh Yudi ‘kudaliarr’ Febrianda)
Ah, pastinya lebih banyak lagi yang akan aku lakukan di Anambas ketika aku ke sana kelak. Lebih lama pasti lebih baik. Yang jelas aku ingin bertemu Eyster Vonny, seorang gadis lokal yang kukenal lewat media sosial, namun banyak memberikan info tentang Anambas ini. Dia mengirimkan foto-foto yang membuatku rindu laut!
Dirgahayu Indonesia ke 70, Jayalah hingga ke pulau-pulau terluarmu!
Posting Bareng Travel Blogger Indonesia dalam rangka HUT RI ke 70, Dream Indonesia, wujudkan impianmu di Indonesia yang indah hingga ujung-ujung negeri.
